Jumat, 21 November 2008

Pertarungan Bisnis Travel VS Kereta Api

Hayu urang ka Bandung! (Ayo kita ke Bandung!) Ungkapan ini adalah kata yang pas bagi Bandung saat ini. Dimana ajakan ini sebenarnya bukan sekadar wacana, tanpa promo besar sebenarnya Bandung telah menjadi daya tarik tersendiri luas bagi sejumlah orang Jakarta bahkan di seluruh Indonesia dan dunia, untuk berduyun-duyun datang ke ibu kota Provinsi Jawa Barat ini di setiap akhir pekan.

Ya…memang pada setiap akhir pekan, Bandung banyak didatangi oleh wisatawan domestik dan juga mancanegara yang kebanyakan dari mereka datang dari Jakarta. Untuk sekadar melepas lelah dan kepenatan setelah menjalani aktifitas sehari-hari, warga Jakarta datang memenuhi Kota Bandung yang jumlah penduduknya hampir 3 jutaan. Maka, disetiap akhir pekan jumlah orang yang ada di Kota Bandung bertambah banyak dan mengakibatkan kemacetan lalu lintas disudut kota.

Data visitbandung.net, sebuah situs wisata dan berita, sampai Agustus 2007, bahwa setiap akhir pekan lebih dari 130 ribu sampai 150 ribu orang datang ke Bandung untuk menikmati makanan dan belanja. Sementara catatan lainnya sejak jalan Tol Cipularang yang hanya di tempuh 2 jam dari Jakarta menyebutkan bahwa kendaraan yang masuk ke Bandung dari Jakarta setiap akhir pekan mencapai 36 ribu kendaraan. Hal ini belum ditambah jasa travel yang marak Bandung-Jakarta.

Cipularang selesai dibangun pada April 2005 dengan menghabiskan biaya Rp 1,4 Triliun, karena pada saat itu akan diselenggarakan 50 tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung. Sejak saat itulah, mobilitas penduduk mulai terlihat. Banyak kendaraan yang berlalu-lalang di jalan Tol Cipularang yang berjarak sekitar 135 km, mulai dari kendaraan pribadi hingga angkutan umum.

Bagi pengusaha, tentu ini adalah peluang yang sangat besar. Mereka berlomba-lomba meluncurkan jasa angkutan travel dengan menawarkan berbagai macam fasilitas yang memanjakan penumpang. Ada yang menggunakan mobil paling nyaman, ada yang ditambahkan dengan minuman ringan, sampai harga khusus bagi pelanggan setia dan mahasiswa.

Namun dibalik itu semua, para pengusaha jasa angkutan travel pada awalnya belum mengantongi izin usaha dari dinas terkait, yaitu Dinas Pehubungan. Menurut Agus Pribadi, juru bicara pada Seksi Angkutan Darat Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, para pengusaha travel pada awalnya hanya membekali kendaraan mereka sebagai angkutan sewa, bahkan ada yang tidak mempunyai izin sama sekali sebagai angkutan sewa.

Sejak menjamurnya travel pada 2006 itulah, Dishub Jabar bersama Kepolisian bekerjasama untuk merazia kendaraan travel yang illegal. Menurut Agus, kendaraan yang dirazia adalah kendaraan travel berplat hitam atau yang tidak mempunyai izin usaha sebagai travel dengan sanksi tidak boleh beroperasi sebelum keluar izin dari Dishub.

Menurut data, angkutan travel yang sudah memiliki izin atau persetujuan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebanyak 621 unit kendaraan dengan rincian:

No

Nama Perusahaan

Jumlah Persetujuan (unit)

1

PT. Cipaganti Citra Graha

211

2

PT. Batara Titian Kencana (X-Trans)

109

3

PT. Safa

14

4

PT.4848 Irawan Sarpingi

1

5

PT. Lintas Media Karya

10

6

PT. Transportasi Lintas Indonesia (Transline)

25

7

CV. Citra Tiara Transport

55

8

CV. Panca Jaya Utama

10

9

PT. Purbaya Pancasakti

27

10

PT. Heri Surya Putra (Heri Surya Padmanegara)

20

11

PT. Nurrachmadi Bersama

50

12

PT. Disa Pratama Mandiri

25

13

Teletrans

5

14

PT. Metromoda Travelatama

9

15

PT. Megah Usaha Jaya

5

16

PT. Artha Prima Perkasa Lintas Era

10

17

PT. Star Line

25

18

PO. Yogya Express Putra

10

J U M L A H 621

(Sumber : Dishub Provinsi Jawa Barat)

Agus menambahkan, proses perizinan usaha travel melibatkan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Dephub, Dishub DKI Jakarta, Dishub Jawa Barat, serta Dishub Kota Bandung. Dalam prosesnya, pengusaha travel dapat memperoleh izin usaha yang keluar antara 1 hingga 2 bulan. Dishub Jabar menetapkan alokasi sebanyak 20 persen izin usaha travel dari jumlah angkutan ke rute yang sama, kecuali untuk rute Bandung-Jakarta, alokasi 20 persen itu dapat diabaikan dengan membuat kesepakatan antara Dishub, pengusaha travel, dan pengusaha bus.

Bisnis Manis Travel

Perusahaan travel meramaikan persaingan pada jalur Bandung-Jakarta yang terbilang gemuk ini lantaran adanya Tol Cipularang. Masing-masing berusaha merayu konsumen dengan beragam kiat, mulai perang harga, kenyamanan hingga memberikan fasilitas tambahan. Tren moda angkutan ini pun berubah. Jika dahulu travel identik dengan antar jemput dari rumah ke rumah, sekarang kecenderungannya point to point. Penumpang naik dan turun di tempat yang sudah ditentukan oleh perusahaan travel.

Pemilihan tempat kedatangan dan keberangkatan di kawasan strategis, memang menjadi keunggulan travel point to point. Ini jelas berbeda dengan angkutan umum reguler, seperti bus dan kereta api, yang memaksa penumpangnya untuk datang ke terminal dan stasiun.

Kelebihan lainnya, konsumen angkutan travel bebas memilih tempat keberangkatan dan kedatangan di mana saja, sesuai keinginan mereka, dengan waktu tempuh yang tentu saja jauh lebih cepat, yaitu sekitar 2,5 jam.

X-Trans, salah satu pelopor travel point to point Bandung-Jakarta, kini memiliki sepuluh titik keberangkatan di Bandung. Begitu pula titik kedatangannya tersebar di berbagai penjuru ibu kota.

“Titik-titik tersebut terus bertambah sesuai permintaan konsumen. Prinsip kami, selalu mengikuti keinginan pasar, karena tanpa mereka, X-Trans tidak akan berkembang seperti sekarang,” kata Cecep Syaefulloh, Business Development Mananager X-Trans.

Berbeda dengan X-Trans, perusahaan travel lainnya seperti Day Trans dan Transporter mengaku baru melayani kedatangan di dua titik di Jakarta. Kedua perusahaan travel itu terus berbenah memperbaiki fasilitas dan pelayanan mereka.

Di tengah usahanya untuk memperbaiki fasilitas dan pelayanannya, Day Trans berhasil menjaring penumpang setiap akhir pekan sekitar 200 orang, demikian diungkapkan Andrian Suwanto, Kepala Operasional Day Trans. Dengan harga tiket Rp 70 ribu untuk penumpang umum dan Rp 60 ribu untuk mahasiswa, penumpang mendapatkan air mineral dan kenyamanan kendaraan dengan menggunakan KIA Travello berkapasitas 11 penumpang.

“Transporter menghabiskan dana sebesar Rp 10 juta per unit untuk mengurusi izin usaha travel,” kata Nung, Staff Operasional Transporter. Travel yang muncul 2007 ini langsung mengurus izin usaha agar memperoleh plat kuning yang merupakan syarat izin usaha. Berbeda dengan yang lainnya, Transporter menggunakan KIA Travello yang berkapasitas 7 penumpang.

Geliat Kereta Api yang Menurun

Sejak dibangunnya Tol Cipularang, penumpang kereta api kian lama kian menurun. Para penumpang lebih tertarik menggunakan jasa angkutan travel karena waktu tempuh yang singkat dan harga yang tidak terlalu mahal. Menurut Rusen Permana, Staff Humas Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung, pendapatan kereta api rute Bandung-Jakarta semenjak Tol Cipularang beroperasi menurun lebih dari 50 persen.

Melihat penurunan yang cukup drastis, PT.KAI Daop 2 Bandung menerapkan strategi pemasaran untuk menarik kembali penumpang yang beralih menggunakan jasa angkutan travel. PT. KAI Daop 2 Bandung memberikan fasilitas cuma-cuma dengan menerapkan telepon gratis di dalam kereta api.

“Upaya itu belum bisa langsung menarik kembali penumpang kereta api yang beralih ke jasa angkutan travel,” ujar Rusen. Menurutnya, penumpang kereta api yang ideal memenuhi 70 sampai 100 persen tempat duduk yang tersedia pada setiap perjalanan kereta api. Namun yang terjadi, kurang dari 70 persen, bahkan pernah hanya mengangkut empat penumpang.

Strategi pemasaran kedua yang dilakukan PT. KAI adalah dengan menurunkan tarif sekitar 40 persen yang diberlakukan pada Maret 2008. Dengan strategi ini PT. KAI Daop 2 Bandung berhasil menarik jumlah penumpang yang sebelumnya menggunakan jasa angkutan travel.

No

Nama KA

Tarif Sebelum Turun

(Rp)

Tarif Setelah Turun

(Rp)

1

Argo Gede

75.000

45.000

2

Parahyangan Eksekutif

65.000

35.000

3

Parahyangan Bisnis

45.000

20.000

(Sumber : PT. KAI Daop 2 Bandung)

Upaya kedua ini dirasakan cukup berhasil menarik penumpang. Hal ini, membuat PT. KAI kembali dibanjiri penumpang, terlebih saat akhir pekan. Saat ini, perjalanan kereta api Bandung-Jakarta 6 kali dalam sehari untuk Argo Gede dan 5 kali dalam sehari untuk Parahyangan, kecuali akhir pekan yang frekuensinya bertambah.

Melihat perkembangan yang menggembirakan, PT. KAI menaikkan tarif semenjak akhir Oktober 2008 sebesar 11 persen. Tarif ini tidak memberatkan para penumpang, karena kenaikan hanya mencapai Rp 5 ribu.

Kereta Api Lebih Hemat Dibandingkan Angkutan Lainnya

Rusen menambahkan, bahwa angkutan kereta api lebih hemat dibandingkan dengan angkutan lainnya karena kereta api adalah moda transportasi yang paling hemat, malah 10 kali lipat lebih hemat energi dari pesawat terbang. Kereta api bisa mengurangi lebih dari 70 persen bahan bakar yang diperlukan dan bisa mengurangi sampai 85 persen polusi dibandingkan pesawat terbang.


(Sumber : www.perkeretaapian.dephub.go.id)

Selasa, 18 November 2008

Pandangan Mata Tentang Kotatua


Pagi itu, saya tiba di Kotatua pukul 9.00 WIB untuk ikut bergabung dalam lomba fotografi bangunan tua yang digagas oleh ideaonline.co.id yang bertemakan “ideaonline on the street”. Cahaya matahari sudah menyinari akhir pekan yang indah itu. Bersama Fanny dan Achie yang merupakan crew Idea, kami menghampiri ruang panitia, karena disana sudah berkumpul crew Idea yang lainnya. Saya melihat-lihat bangunan tua yang tegak berdiri disekeliling Kotatua. Memang indah, takjub saya pada bangunan tua yang merupakan aset berharga yang dikelola Dinas Pariwisata dan Permuseuman Pemrov DKI Jakarta.

Tak membuang waktu, dengan kamera DSLR Canon 400D kepunyaan teman yang saya pinjam, saya langsung membidik bangunan tua yang di depannya mengibarkan bendera Merah Putih. Bidikan demi bidikan saya arahkan ke bangunan tua yang banyak berdiri disana. Berhubung saya masih amatir dalam hal fotografi, jadi hasil bidikan saya tidak sebagus mereka yang sudah professional dalam fotografi.

Ups…tak lupa juga jiwa narsis saya muncul, bersama Fanny dan Achie saya meminta untuk dibidik dari berbagai angle. Ternyata hasil bidikannya lumayan bagus (walaupun sama-sama masih amatir).

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB, sang mentari sudah berada tepat dikepala saya, terasa panas sekali. Saya bergegas untuk beristirahat dipelataran parkir sambil menikmati minuman ringan dan tentunya tak lupa jiwa narsis saya kembali muncul. Setelah beristirahat sebentar, saya kembali membidik satu per satu bangunan tua yang ada disana.

Sekitar pukul 13.30 WIB, semua peserta dan panitia acara masuk ke dalam sebuah ruangan ber-AC untuk menyantap makan siang. Sambil menyantap makan siang, kami juga mendengarkan paparan ahli bangunan tua Harmanto. Acara tersebut berakhir pukul 14.30 WIB, ditutup dengan pembagian gudyback ideaonline dan pengumuman pemenangnya 4 hari kemudian.

Senin, 17 November 2008

Ruang Usaha di Kotatua


Selain menjadi salah satu tempat bersejarah di Jakarta, Kotatua membuka peluang bagi mereka untuk mencari nafkah. Misalnya penyewa sepeda ontel, pedagang minuman ringan, sampai pengusaha kafe berbaur menjadi satu.

Bagi mereka yang akan menikah, Kotatua merupakan tempat yang indah untuk dijadikan pre wedding. Ketika saya berada disana, banyak pasangan yang sedang melakukan session foto. Ada yang bertemakan Soekarno, bertemakan adat Betawi dan lain-lain.

Nah…mungkin untuk Anda yang sekarang bingun mencari tempat pre wedding yang cocok, mungkin Kotatua bisa menjadi referensi Anda…

Sekelumit Tentang Kotatua


Sekelumit Tentang Kotatua

Ketika Anda menginjakkan kaki di kawasan Kotatua, tepatnya di wilayah Jakarta Barat dekat dengan Stasiun Kereta Jakarta Kota, Anda akan menemukan bangunan tua yang sudah berdiri dari jaman penjajahan. Bangunan itu kini masih berdiri kokoh dengan perawatan lihai dari sang penjaga Kotatua.

Kotatua berdiri dengan luas 846 Ha yang terletak di Kotamadya Jakarta Barat dan Kotamadya Jakarta Utara serta dilindungi penguasaannya dengan SK Gubernur DKI Jakarta No. 34/2006.


Sejarah Kotatua

Pelabuhan Sunda Kelapa diserang oleh tentara Denmark pada 1526, yang dipimpin oleh Fatahillah, dan setelah berhasil direbut, namanya diganti menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527, kota tersebut luasnya tidak lebih dari 15 Ha dengan pola tata kota tradisional Indonesia. Kota Jayakarta hancur diserang VOC Belanda pada tahun 1619 yang dipimpin oleh Jan Pieterzoon Coen.

Pada tahun 1620, Belanda membangun kota baru yang diberi nama Batavia sebagai penghormatan atas kaum Batavieren suku bangsa Eropa yang menjadi nenek moyang orang-orang Belanda, di sebelah timur Sungai Ciliwung yang pusat kotanya kini masih terlihat di sekitar Taman Fatahillah sekarang.

Orang-orang pribumi Batavia dijuluki Batavianen (orang Batavia) yang dikenal kemudian sebagai orang Betawi. Orang Betawi sebenarnya adalah keturunan berdarah campuran aneka suku dan bangsa.

Kota Batavia pada tahun 1635 diperluas ke sebelah barat Sungai Ciliwung di atas bekas kota Jayakarta yang hancur. Kota ini dirancang lengkap dengan system pertahanannya berupa tembok dan parit sekeliling kota. Tata ruang kota dibagi kedalam blok-blok yang dipisahkan oleh kanal. Pembangunan kota Batavia selesai pada tahun 1650. Setelah pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama Batavia diganti nama menjadi “Jakarta”.